Bambang Sucipto*
Kita
ketahui dan kita akui bersama bahwa bangsa Indonesia lahir secara
kodrati sebagai negara yang pluralis ( beraneka ragam) baik suku,
budaya, ras, agama, bahasa dan lain-lain dan dengan pluralisme indah
bangsa Indonesia diakui sebgaai bangsa yang ber ” BHINEKA TUNGGAL
IKA” dan menjadi negara yang besar.
Pluralis
disatu sisi merupakan rahmat dan asset yang memiliki potensi yang
sangat besar nilainya apabila dimenej dan dikelola dengan baik,
dimana masing-masing pihak menyadari akan kekurangan, keterbatasan,
kelemahan, serta kelebihan masing-masing pihak, dengan demikian akan
dapat tumbuh rasa saling membutuhkan yang berimplikasi pada timbulnya
kerjasama untuk saling melengkapi dan menyempurnakan.
Namun
disisi lain pluralis apabila tidak di menej dan dikelola dengan baik,
akan dapat menjadi sumber konflik yang dapat mengakibatkan
disintegrasi bangsa yang sangat berbahaya akibatnya. Hal ini apabila
pluralis itu dilihat hanya dengan kacamata perbedaan, sehingga satu
dengan yang lain akan saling menonjolkan kelebihannya serta merasa
yang paling besar peranannya.
Pluralisme
dalam bidang agama dan kepercayaan, bahwa di Indonesia terdapat 6
agama yang disyahkan yaitu Islam, Budha, Hindu, Kristen, Katolik,
Khong Cu (Konfesius) dan beberapa aliran kepercayaan. Dan aliran
kepercayaan tersebut dihimbau agar kembali ke agama induknya serta
beribadah sesuai dengan ajaran agama yang dianutnya.
Agama
merupakan hak asasi yang paling asasiah / fundamental, karena agama
merupakan hak yang bersumber langsung dari Tuhan Yang Maha Esa, maka
secara konstitusional dijamin eksistensinya. Dan agama ini diyakini
sebagai sumber inspirasi dan motifasi serta kekuatan ruhaniah yang
sangat dominan terhadap segala gerak-gerik manusia baik sebagai
individu maupun sosial dalam kehidupan bermasyarakat berbangsa dan
bernegara.
Bangsa
Indonesia adalah bangsa yang religius oleh karena itu tepatlah
kiranya apabila ada yang berpendapat bahwa ”Substansi persatuan dan
kesatuan bangsa Indonesia terletak pada kerukunan hidup umat
beragama”. Apabila kerukunan hidup umat beragama tercapai maka
kesatuan dan persatuan bangsa pun akan terwujud dan sebaliknya
apabila kerukunan hidup umat beragama terganggu maka stabilitas
nasional pun terancam.
Oleh
karena itu ada beberapa hal yang perlu diperhatikan agar kerukunan
hidup umat beragama terwujud dengan baik dan stabilitas nasional
mantap antara lain :
- Memahami berbagai regulasi dan kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan kerukunan umat beragama, serta melaksanakan dengan penuh kesadaran dan berkomitmen tidak hanya terbatas pada nilai-nilai tekstualitas, tetapi sampai pada nilai implisit filosofis (hikmah) regulasi dan kebijakan tersebut. Sebab kesempurnaan suatu regulasi tidak terletak pada kesempurnaan tekstualitasnya tetapi nilai semangat filosofis dan pelaksanaanya. Konsekuensinya bagi pemerintah dan pihak yang diberi amanat agar selalu meningkatkan sosialisasi regulasi secara kontinuitas kepada seluruh umat beragama.
- Bagi umat beragama agar lebih berkonsentrasi meningkatkan kualitas pemahaman ajaran agama yang berorientasi pada penguatan iman taqwa sesuai ajaran agama masing-masing. Jangan sebaliknya lebih berkonsentrasi pada pencarian kelemahan dan kesalahan ajaran agama lain dengan kaca mata dan ukuran keyakinan sendiri, dengan demikian akan tercipta kemantapan dalam beragama dan beribadah tanpa menyalahkan dan menjelekan agama orang lain.
- Optimalisasi lembaga dan forum-forum kebersamaan, dalam segala aspek kegiatan yang menyangkut lintas agama, (FKUB) tidak hanya berperan dan diperankan apabila ada permasalah umat beragama, akan tetapi sebagai sentral gerakan sosial keagamaan yang menyangkut lintas agama misal : kegiatan orang kristen yang berupa sumbangan sembako kepada non kristen, maka jangan langsung diberikan oleh orang kristen kepada non kristen tetapi harus dengan koordinasi dan a.n. FKUB - dari jamaat kristen berikan ke FKUB – dari FKUB mendistribusikan kepada pasar dan seterusnya. Disisi lain FKUB harus selalu memfasilitasi terjadinya sharing, diskusi, problem solving antar tokoh agama dan silaturahmi diantara mereka.
- Optimalisasi fungsi tempat ibadah jangan berhasrat memperbanyak pendirian tempat-tempat ibadah tetapi lebih mengoptimalkan pemanfaatan tempat-tempat yang sudah ada dan pendirian tersebut tidak hanya terfokus pada pemenuhan aturan-aturan saja tetapi lebih dari itu pemenuhan pemahaman dan kesadaran masyarakat lingkungan. Pendirian tempat-tempat ibadah jangan hanya mengedepankan aspek regulasi seperti PBM tetapi justru aspek sosial masyarakat lingkungan.
- Jadikan tempat ibadah sebagai majlis penguatan persatuan dan kesatuan ”Ukhuwah”. Tempat ibadah yang bersifat umum dan milik umat umum bukan milik perseorangan / golongan tertentu, agar dapat mengakomodir semua golongan yang ada untuk dapat beribadah dan menggunakan tempat tersebut dengan baik, jangan ada pihak/golongan yang mengklaim tanpa mengakomodir pihak/golongan yang lain misal masjid umum, (interen umat beragama), masalah tarwih 8, 20, atau 36 rokaat, maka mereka harus terakomodir tanpa mengorbankan keyakinan dari pihak-pihak yang ada, yang 8 bisa, yang 20 bisa dan yang 36 pun bisa dalam satu majlis satu malam dan satu jama’ah sholat, soal kaifiyah dapat diatur, tinggal itikad niat baiknya ada apa engga – itu Persoalannya !?. Misal tentang imamnya pertama yang 8 rakaat –selesai, maju yang 20 rakaat, meneruskan selesai, majulah yang 36 rakaat meneruskan. Demikian secara kontinuitas Insya Alloh baik dan diterima ibadahnya. Tetapi kalau tidak, hanya saling mengklaim yang paling syah, paling baik, paling afdlol ibadahnya, Insya Alloh walau benar tetapi rusak nilai ibadahnya, hilanglah pahala dan tidak diterima oleh Alloh Swt, merugi semuanya.
- Jangan menyalahkan atau merubah budaya atau adat yang berkaitan dengan ritual keagamaan yang sudah mengakar pada umat beragama dengan hanya mendasari pada keyakinan dan pandangan kacamatannya sendiri, lebih baik dengan jalan sharing, diskusi sehingga kalau memang kurang pas dan perlu diluruskan agar dilakukan dengan evaluasi pemahaman dan kesadaran serta dengan cara-cara yang hikmah.
- Jangan merasa diri atau golongannya yang paling benar, serta jangan menyampaikan sesuatu yang bersifat komplain, sinisisme, atau pendiskriditan ajaran agama / golongan lain yang dipandang salah / tidak pas dihadapan publik umum, media terbuka dan lain-lain. Kedepankanlah nilai toleransi dan saling menghormati karena sangat mungkin dengan keterbatasan ilmu yang dimiliki apa yang dilakukan oleh orang / golongan yang lain itu benar hanya diri kitalah yang belum mengetahui dasar-dasarnya.
Kita
sebagai generasi penerus, kita teruskan warisan pendahulu kita
yang berjiwa luhur, rukun walau berbeda, guyub dengan siapa saja dan
tetap bersahaja dimana saja berada. tegakan dengan penuh komitmen
Pancasila, UUD 1945, Bhineka Tunggal Ika dan NKRI.
*Kepala Kantor Kemenag Banyumas
Tidak ada komentar:
Posting Komentar